HAK CIPTA TERHADAP LAGU DAERAH

by 05.19 0 komentar
Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang dicapai masyarakat Indonesia, khususnya dalam bidang komunikasi, transportasi dan informasi, telah menjadikan hubungan antar individu, antar badan hukum, dan antar pemerintah semakin mudah dan lancar. Kondisi ini sedikit banyak mempunyai pengaruh terhadap hukum mengenai hak cipta.
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau hak cipta dapat diartikan sebagai hak atas kepemilikan terhadap karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manusia dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra, dan teknologi. Penerapan tentang Hak Cipta telah meluas dan mencakup perlindungan atas karya sastra, drama, karya musik dan artistik termasuk rekaman suara, penyiaran suara film dan televisi dan program komputer.
Di kota Ende Flores terjadi kasus pembajakan Hak Cipta lagu daerah yang berjudul Doja Du’a Lulu, Wula more Ngga’e dan Wena Tana (Gawi 2000) dalam bentuk CD (Compact Disc) atau VCD (Video Compact Disc) dan di jual secara bebas di kota Ende, dengan harga yang murah. Perbuatan ini jelas merugikan pencipta lagu daerah (Eman Bata Dede), karena perbuatan pembajakan atau memperbanyak kepingan CD (Compact Disc) atau VCD (Video Compact Disc) dan diperjual belikan tanpa seizin Pencipta atau pemegang Hak Cipta adalah perbuatan yang dilarang dalam UUHC (Undang-Undang Hak Cipta).
Perlindungan hukum hak cipta diatur dalam Pasal 12 UUHC, sedangkan mengenai lamanya perlindungan hukum dapat dilihat dalam Pasal 34 UUHC. Perlindungan yang diberikan dengan tujuan memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan, jika hasil karya atau ciptaan sang pencipta dilanggar. Walaupun substansi hukum yang memberikan perlindungan bagi pencipta sudah diatur sebaik mungkin. Kurangnya kesadaran hukum warga masyarakat untuk menghargai dan menghormati karya cipta seseorang merupakan indikasi terjadinya pelanggaran hak cipta di kota Ende. Hal ini dipengaruhi berbagai aspek, baik aspek sosial budaya, hukum maupun ekonomi.



            Latar Belakang
            Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang dicapai masyarakat Indonesia, khususnya dalam bidang komunikasi, transportasi dan informasi, telah menjadikan hubungan antar individu, antar badan hukum, dan antar pemerintah semakin mudah dan lancar. Kondisi ini sedikit banyak mempunyai pengaruh terhadap hukum mengenai hak cipta.
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau hak cipta dapat diartikan sebagai hak atas kepemilikan terhadap karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan intelektualitas manusia dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra, dan teknologi. Karya-karya tersebut merupakan kebendaan tidak berwujud yang merupakan hasil kemampuan intelektualitas seseorang atau manusia dalam bidang
ilmu pengetahuan, seni, sastra, dan teknologi melalui daya cipta, rasa, karsa dan karyanya yang memiliki nilai-nilai moral, praktis, dan ekonomis. Penerapan tentang Hak Cipta telah meluas dan mencakup perlindungan atas karya sastra, drama, karya musik dan artistik termasuk rekaman suara, penyiaran suara film dan televisi dan program komputer.
Permasalahan yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Misalnya banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran Hak Cipta, misalnya menjamurnya penjualan Compact Disc (CD) bajakan oleh masyarakat yang pada akhirnya sangat merugikan pemegang hak yang sesungguhnya yang telah mengorbankan tenaga, biaya dan waktu untuk melahirkan suatu karya cipta. Kejadian-kejadian tersebut di atas telah berlangsung lama, namun tidak ditanggapi secara proaktif oleh aparat ataukah instansi yang terkait dengan mengacu pada Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Di kota Ende Flores terjadi kasus pembajakan Hak Cipta lagu daerah yang berjudul Doja Du’a Lulu, Wula more Ngga’e dan Wena Tana (Gawi 2000) dalam bentuk CD (Compact Disc) atau VCD (Video Compact Disc) dan di jual secara bebas di kota Ende, dengan harga yang murah. Perbuatan ini jelas merugikan pencipta lagu daerah (Eman Bata Dede), karena perbuatan pembajakan atau memperbanyak kepingan CD (Compact Disc) atau VCD (Video Compact Disc) dan diperjual belikan tanpa seizin Pencipta atau pemegang Hak Cipta adalah perbuatan yang dilarang dalam UUHC (Undang-Undang Hak Cipta).

            Manfaat
Manfaat nya diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan informasi mengenai ilmu hukum dengan spesialisasi hak cipta, dan memberikan pengertian tentang merek khususnya pelanggaran pelanggaran undang-undang beserta sanksinya, sehingga dapat meminimalisir adanya pelanggaran undang undang.


Pembahasan
Di kota Ende Flores terjadi kasus pembajakan Hak Cipta lagu daerah yang berjudul Doja Du’a Lulu, Wula more Ngga’e dan Wena Tana (Gawi 2000) dalam bentuk CD (Compact Disc) atau VCD (Video Compact Disc) dan di jual secara bebas di kota Ende, dengan harga yang murah. Perbuatan ini jelas merugikan pencipta lagu daerah (Eman Bata Dede), karena perbuatan pembajakan atau memperbanyak kepingan CD (Compact Disc) atau VCD (Video Compact Disc) dan diperjual belikan tanpa seizin Pencipta atau pemegang Hak Cipta adalah perbuatan yang dilarang dalam UUHC (Undang-Undang Hak Cipta).
Perlu disadari, bahwa penegakkan Hak Cipta yang tidak konsisten atau ragu-ragu selama ini, misalnya membiarkan maraknya perdagangan produk-produk bajakan, sesungguhnya tidak menguntungkan masyarakat. Perdagangan barang-barang bajakan kelihatannya memang memberi lapangan pekerjaan dan keuntungan bagi pedagang kaki lima atau seperti memberi subsidi bagi masyarakat ekonomi lemah. Akan tetapi, dampak sebenarnya sangat merugikan dalam jangka panjang. Membiarkan pembajakan Hak Cipta merajalela adalah sama saja dengan membiarkan masyarakat tidak sadar hukum atas Hak Cipta dan tidak tahu cara menghargai karya dan jerih payah orang lain. Itu sama juga artinya dengan membiarkan masyarakat terlelap dalam budaya menghalalkan segala cara untuk mendapatkan untung dan tidak mendidik. Melihat adanya kecenderungan dapatlah dikatakan bahwa telah terjadi pelanggaran Hak Cipta di mana-mana.

            Analisis Kasus
Analisis penulis tentang kasus diatas adalah pelanggaran hak cipta lagu yang terjadi di kota Ende dikategorikan sebagai pelanggaran hak ekonomi pencipta lagu karena ciptaan lagu dari pencipta lagu daerah dalam bentuk CD atau VCD telah diperbanyak dan diperjualbelikan di masyarakat umum, hal ini tentunya sangat merugikan pihak pencipta atau pemegang hak cipta lagu daerah. Selanjutnya dikalangan masyarakat tradisional, seorang pencipta sebagai pencipta sebuah lagu, dianggap melakukan pekerjaan mencipta untuk masyarakatnya. Ciptaan dianggap sebagai milik bersama yang selain merupakan suatu Property Right, juga merupakan salah satu aspek budaya bangsa Indonesia di bidang seni dan sastra, termasuk lagu. Suatu ciptaan di bidang seni atau sastra diterima dan digemari masyarakat luas merupakan suatu kebanggaan dan kepuasan tersendiri bagi si pencipta, oleh karena itu siapa saja boleh mempergunakan suatu ciptaan yang digemari masyarakat luas sesuka hatinya, tanpa mempermasalahkan hak ciptaannya sang pencipta.
Sikap masyarakat yang cenderung memilih produk bajakan lebih murah dibandingkankan dengan aslinya seperti itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh pelaku pembajakan Hak cipta. Menurut Eman Bata Dede pencipta lagu daerah, pelaku pembajakan lagu gawi daerah Ende lio yang berjudul Doja du’a lulu wula, More ngga’e wena tana (gawi 2000) yang dilakukan oleh Toko Baret Ende, lagu tersebut direkam dan diperbanyak dalam bentuk CD (Compact Disc) yang kemudian diperjualbelikan. Kurang efektifnya pelaksanaan UUHC di Indonesia adalah sebagai akibat dari kurang terlibatnya aparat penegak hukum yang khusus menangani masalah hak cipta dan hak milik intelektual lainnya. Hal ini tentunya tidak terlepas dari partisipasi masyarakat, baik preventif maupun represif, untuk ikut serta mengentaskan pelanggaran hak cipta yang banyak terjadi sekarang ini.


Kesimpulan
Perlindungan hukum hak cipta diatur dalam Pasal 12 UUHC, sedangkan mengenai lamanya perlindungan hukum dapat dilihat dalam Pasal 34 UUHC. Perlindungan yang diberikan dengan tujuan memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan, jika hasil karya atau ciptaan sang pencipta dilanggar. Walaupun substansi hukum yang memberikan perlindungan bagi pencipta sudah diatur sebaik mungkin. Kurangnya kesadaran hukum warga masyarakat untuk menghargai dan menghormati karya cipta seseorang merupakan indikasi terjadinya pelanggaran hak cipta di kota Ende. Hal ini dipengaruhi berbagai aspek, baik aspek sosial budaya, hukum maupun ekonomi.
Substansi hukum yang memberikan perlindungan kepada pemegang hak cipta adalah perlindungan yang diberikan oleh UUHC dengan tujuan memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan, selain itu tujuan perlindungan hukum ini memberikan penghargaan yang tinggi kepada para pencipta sehingga mereka tetap bergairah untuk berkarya jika seorang pemegang hak cipta dirugikan oleh pembajak. Jika terjadi pelanggaran hak cipta, pemegang hak cipta dapat menyelesaikan sengketa di pengadilan maupun di luar pengadilan.

            Saran

Saran dari kasus hak cipta lagu daerah adalah dalam rangka memberikan jaminan perlindungan hukum bagi pemegang hak cipta lagu, menetapkan sanksi yang lebih berat terhadap pelanggar hak cipta atau pembajak. Sehingga memberikan jaminan yang pasti terhadap pencipta atau pemegang hak cipta lagu yang nantinya akan lebih menumbuhkan gairah untuk mencipta. Peranan pemerintah dalam menangani pelanggaran Hak cipta lagu, khususnya dalam kasus-kasus pembajakan CD atau VCD lebih ditingkatkan dan bertindak tegas bagi para lolos dari sanksi hukum.

Unknown

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 komentar:

Posting Komentar