Berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang dicapai masyarakat Indonesia, khususnya
dalam bidang komunikasi, transportasi dan informasi, telah menjadikan hubungan
antar individu, antar badan hukum, dan antar pemerintah semakin mudah dan
lancar. Kondisi ini sedikit banyak mempunyai pengaruh terhadap hukum mengenai
hak cipta.
Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) atau hak cipta dapat diartikan sebagai hak atas
kepemilikan terhadap karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan
intelektualitas manusia dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra, dan
teknologi. Penerapan tentang Hak Cipta telah meluas dan mencakup perlindungan
atas karya sastra, drama, karya musik dan artistik termasuk rekaman suara,
penyiaran suara film dan televisi dan program komputer.
Di
kota Ende Flores terjadi kasus pembajakan Hak Cipta lagu daerah yang berjudul Doja
Du’a Lulu, Wula more Ngga’e dan Wena Tana (Gawi 2000) dalam bentuk
CD (Compact Disc) atau VCD (Video Compact Disc) dan di jual
secara bebas di kota Ende, dengan harga yang murah. Perbuatan ini jelas
merugikan pencipta lagu daerah (Eman Bata Dede), karena perbuatan pembajakan
atau memperbanyak kepingan CD (Compact Disc) atau VCD (Video Compact Disc) dan diperjual
belikan tanpa seizin Pencipta atau pemegang Hak Cipta adalah perbuatan yang
dilarang dalam UUHC (Undang-Undang Hak Cipta).
Perlindungan
hukum hak cipta diatur dalam Pasal 12 UUHC, sedangkan mengenai lamanya perlindungan
hukum dapat dilihat dalam Pasal 34 UUHC. Perlindungan yang diberikan dengan
tujuan memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan, jika hasil karya atau ciptaan
sang pencipta dilanggar. Walaupun substansi hukum yang memberikan perlindungan
bagi pencipta sudah diatur sebaik mungkin. Kurangnya kesadaran hukum warga
masyarakat untuk menghargai dan menghormati karya cipta seseorang merupakan
indikasi terjadinya pelanggaran hak cipta di kota Ende. Hal ini dipengaruhi
berbagai aspek, baik aspek sosial budaya, hukum maupun ekonomi.
Latar Belakang
Berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) yang dicapai masyarakat Indonesia, khususnya
dalam bidang komunikasi, transportasi dan informasi, telah menjadikan hubungan
antar individu, antar badan hukum, dan antar pemerintah semakin mudah dan
lancar. Kondisi ini sedikit banyak mempunyai pengaruh terhadap hukum mengenai
hak cipta.
Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) atau hak cipta dapat diartikan sebagai hak atas
kepemilikan terhadap karya-karya yang timbul atau lahir karena adanya kemampuan
intelektualitas manusia dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra, dan
teknologi. Karya-karya tersebut merupakan kebendaan tidak berwujud yang
merupakan hasil kemampuan intelektualitas seseorang atau manusia dalam bidang
ilmu pengetahuan, seni, sastra,
dan teknologi melalui daya cipta, rasa, karsa dan karyanya yang memiliki nilai-nilai
moral, praktis, dan ekonomis. Penerapan tentang Hak Cipta telah meluas dan
mencakup perlindungan atas karya sastra, drama, karya musik dan artistik
termasuk rekaman suara, penyiaran suara film dan televisi dan program komputer.
Permasalahan
yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Misalnya banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran Hak Cipta, misalnya
menjamurnya penjualan Compact Disc (CD) bajakan oleh masyarakat yang
pada akhirnya sangat merugikan pemegang hak yang sesungguhnya yang telah
mengorbankan tenaga, biaya dan waktu untuk melahirkan suatu karya cipta.
Kejadian-kejadian tersebut di atas telah berlangsung lama, namun tidak
ditanggapi secara proaktif oleh aparat ataukah instansi yang terkait dengan
mengacu pada Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Di
kota Ende Flores terjadi kasus pembajakan Hak Cipta lagu daerah yang berjudul Doja
Du’a Lulu, Wula more Ngga’e dan Wena Tana (Gawi 2000) dalam bentuk
CD (Compact Disc) atau VCD (Video Compact Disc) dan di jual
secara bebas di kota Ende, dengan harga yang murah. Perbuatan ini jelas
merugikan pencipta lagu daerah (Eman Bata Dede), karena perbuatan pembajakan
atau memperbanyak kepingan CD (Compact Disc) atau VCD (Video Compact Disc) dan diperjual
belikan tanpa seizin Pencipta atau pemegang Hak Cipta adalah perbuatan yang
dilarang dalam UUHC (Undang-Undang Hak Cipta).
Manfaat
Manfaat nya
diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan informasi mengenai ilmu hukum
dengan spesialisasi hak cipta, dan memberikan pengertian tentang merek
khususnya pelanggaran pelanggaran undang-undang beserta sanksinya, sehingga
dapat meminimalisir adanya pelanggaran undang undang.
Pembahasan
Di
kota Ende Flores terjadi kasus pembajakan Hak Cipta lagu daerah yang berjudul Doja
Du’a Lulu, Wula more Ngga’e dan Wena Tana (Gawi 2000) dalam bentuk
CD (Compact Disc) atau VCD (Video Compact Disc) dan di jual
secara bebas di kota Ende, dengan harga yang murah. Perbuatan ini jelas
merugikan pencipta lagu daerah (Eman Bata Dede), karena perbuatan pembajakan
atau memperbanyak kepingan CD (Compact Disc) atau VCD (Video Compact Disc) dan diperjual
belikan tanpa seizin Pencipta atau pemegang Hak Cipta adalah perbuatan yang
dilarang dalam UUHC (Undang-Undang Hak Cipta).
Perlu
disadari, bahwa penegakkan Hak Cipta yang tidak konsisten atau ragu-ragu selama
ini, misalnya membiarkan maraknya perdagangan produk-produk bajakan,
sesungguhnya tidak menguntungkan masyarakat. Perdagangan barang-barang bajakan
kelihatannya memang memberi lapangan pekerjaan dan keuntungan bagi pedagang
kaki lima atau seperti memberi subsidi bagi masyarakat ekonomi lemah. Akan
tetapi, dampak sebenarnya sangat merugikan dalam jangka panjang. Membiarkan
pembajakan Hak Cipta merajalela adalah sama saja dengan membiarkan masyarakat
tidak sadar hukum atas Hak Cipta dan tidak tahu cara menghargai karya dan jerih
payah orang lain. Itu sama juga artinya dengan membiarkan masyarakat terlelap
dalam budaya menghalalkan segala cara untuk mendapatkan untung dan tidak
mendidik. Melihat adanya kecenderungan dapatlah dikatakan bahwa telah terjadi
pelanggaran Hak Cipta di mana-mana.
Analisis Kasus
Analisis
penulis tentang kasus diatas adalah pelanggaran hak cipta lagu yang terjadi di
kota Ende dikategorikan sebagai pelanggaran hak ekonomi pencipta lagu karena
ciptaan lagu dari pencipta lagu daerah dalam bentuk CD atau VCD telah
diperbanyak dan diperjualbelikan di masyarakat umum, hal ini tentunya sangat
merugikan pihak pencipta atau pemegang hak cipta lagu daerah. Selanjutnya
dikalangan masyarakat tradisional, seorang pencipta sebagai pencipta sebuah lagu,
dianggap melakukan pekerjaan mencipta untuk masyarakatnya. Ciptaan dianggap
sebagai milik bersama yang selain merupakan suatu Property Right, juga
merupakan salah satu aspek budaya bangsa Indonesia di bidang seni dan sastra,
termasuk lagu. Suatu ciptaan di bidang seni atau sastra diterima dan digemari
masyarakat luas merupakan suatu kebanggaan dan kepuasan tersendiri bagi si
pencipta, oleh karena itu siapa saja boleh mempergunakan suatu ciptaan yang digemari
masyarakat luas sesuka hatinya, tanpa mempermasalahkan hak ciptaannya sang
pencipta.
Sikap
masyarakat yang cenderung memilih produk bajakan lebih murah dibandingkankan dengan
aslinya seperti itulah yang kemudian dimanfaatkan oleh pelaku pembajakan Hak
cipta. Menurut Eman Bata Dede pencipta lagu daerah, pelaku pembajakan lagu gawi
daerah Ende lio yang berjudul Doja du’a lulu wula, More ngga’e wena tana
(gawi 2000) yang dilakukan oleh Toko Baret Ende, lagu tersebut direkam dan
diperbanyak dalam bentuk CD (Compact Disc) yang kemudian
diperjualbelikan. Kurang efektifnya pelaksanaan UUHC di Indonesia adalah
sebagai akibat dari kurang terlibatnya aparat penegak hukum yang khusus
menangani masalah hak cipta dan hak milik intelektual lainnya. Hal ini tentunya
tidak terlepas dari partisipasi masyarakat, baik preventif maupun represif,
untuk ikut serta mengentaskan pelanggaran hak cipta yang banyak terjadi sekarang
ini.
Kesimpulan
Perlindungan
hukum hak cipta diatur dalam Pasal 12 UUHC, sedangkan mengenai lamanya perlindungan
hukum dapat dilihat dalam Pasal 34 UUHC. Perlindungan yang diberikan dengan
tujuan memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan, jika hasil karya atau ciptaan
sang pencipta dilanggar. Walaupun substansi hukum yang memberikan perlindungan
bagi pencipta sudah diatur sebaik mungkin. Kurangnya kesadaran hukum warga
masyarakat untuk menghargai dan menghormati karya cipta seseorang merupakan
indikasi terjadinya pelanggaran hak cipta di kota Ende. Hal ini dipengaruhi
berbagai aspek, baik aspek sosial budaya, hukum maupun ekonomi.
Substansi
hukum yang memberikan perlindungan kepada pemegang hak cipta adalah perlindungan
yang diberikan oleh UUHC dengan tujuan memberikan kepastian hukum dan rasa keadilan,
selain itu tujuan perlindungan hukum ini memberikan penghargaan yang tinggi
kepada para pencipta sehingga mereka tetap bergairah untuk berkarya jika
seorang pemegang hak cipta dirugikan oleh pembajak. Jika terjadi pelanggaran
hak cipta, pemegang hak cipta dapat menyelesaikan sengketa di pengadilan maupun
di luar pengadilan.
Saran
Saran
dari kasus hak cipta lagu daerah adalah dalam rangka memberikan jaminan
perlindungan hukum bagi pemegang hak cipta lagu, menetapkan sanksi yang lebih
berat terhadap pelanggar hak cipta atau pembajak. Sehingga memberikan jaminan
yang pasti terhadap pencipta atau pemegang hak cipta lagu yang nantinya akan
lebih menumbuhkan gairah untuk mencipta. Peranan pemerintah dalam menangani
pelanggaran Hak cipta lagu, khususnya dalam kasus-kasus pembajakan CD atau VCD
lebih ditingkatkan dan bertindak tegas bagi para lolos dari sanksi hukum.